Kisah Tamu Ibrahim & Luth

Oleh: Ghina Rahmania A.

Angin berhembus dari barat ke timur. Membelai dedaunan dan pepohohan. Bergerak gemulai mengikuti arah angin berhembus.
“Tok tok tok”
Suara ketukan pintu memecah keheningan kota. Tiga pemuda berparas tampan berdiri di depan sebuah rumah. Pintu kayu berdecit pelan terbuka. Sesosok lelaki tua yang tak kalah tampan muncul dari balik daun pintu.
“Nusallimu ‘alaika salaamaan”
Tiga pemuda tampan mengawali salam, senyumnya tersungging di wajah tampannya.
“Salaamun ‘alaikum”
Ibrahim sang tuan rumah tak kalah ramah, membalas salam dengan lebih baik tak lupa senyuman terukir diwajahnya.
Dengan akhlaknya yang luhur Ibrahim mempersilahkan ketiga tamunya untuk masuk kedalam rumahnya, mempersilahkannya untuk beristirahat terlebih dahulu. Lalu, Ia menemui keluarganya untuk mempersiapkan hidangan bagi para tamunya. Sudah menjadi adab yang baik apabila ada tamu maka tuan rumah mesti memuliakan tamunya dan hal ini tak luput dari perhatian Ibrahim. Tak lama, Ibrahim kembali dengan membawa sapi panggang yang besar. Aroma daging yang dipanggang menyeruak ke seluruh penjuru rumah, membuat siapapun yang menciumnya akan makan dengan lahap. Ibrahim menyuguhkannya kepada tiga pemuda tersebut, mendekatkan sapi panggang tersebut ke hadapan mereka.
“Silahkan dinikmati hidangannya” Ucap Ibrahim dengan santun.
Tiga pemuda tersebut terdiam, tak terlihat sama sekali mereka tergoda untuk melahap sapi panggang tersebut. Ibrahim heran walau ia tau tamunya bukanlah manusia biasa, mereka adalah para malaikat utusan-Nya. Ibrahim tetap heran dan mulai cemas. Khawatir para tamunya ada niatan buruk menemuinya. Dengan perasaan ketakutan Ibrahim bertanya kepada 3 pemuda tersebut.
“Mengapa kalian tidak makan?”
Tak ada jawaban. Ibrahim semakin merasa takut. Apa mungkin aku dan kaumku melakukan kesalahn yang dengannya Allah mengirim utusasannya untuk mengadzab kami?. Pikiran dan perasaan Ibrahim bergejolak, ia merasa tak aman dengan situasi tersebut.
 “Kami benar-benar merasa takut kepada kalian”
Ibrahim berterus terang dengan suaranya yang bergetar.
Melihat Ibrahim yang bergetar ketakutan, ketiga pemuda itu akhirnya angkat bicara menenangkannya.
“Janganlah takut kepada kami, Sesungguhnya kami adalah utusan Allah yang dikirim kepada Luth,”
Dibalik tirai, rupanya istri Ibrahim yaitu Sarah menguping pembicaraan tersebut, semula ia pun merasa cemas terkait kedatangan para pemuda tersebut, tetapi ketika ia tau bahwa tamu tersebut adalah para utusan Allah yang tidak akan membahayakan mereka, maka ia tersenyum lega. Keluarga dan kaumnya aman dari mara bahaya.
“Kedatangan kami kesini sebenarnya untuk menyampaiaan berita gembira untukmu.” Perkataan para tamu mengundang rasa bahagia sekaligus penasaran di hati Ibrahim.
“Allah menganugerahimu bagi kalian anak lelaki yang ‘alim” Pemuda rupawan yang merupakan malaikat itu melanjutkan pembicaraannya.
Mendengar berita tersebut sontak Ibrahim kaget, ia lantas mengeluarkan isi hatinya.
“Usiaku sudah tua. Lantas bagaimana bisa kami mempunyai anak?” Ibrahim mempertanyakan kebenaran berita tersebut. Ia merasa sungguh mustahil baginya memiliki anak diusianya yang telah lanjut seperti ini.
Sarah keluar dari balik tirainya, ia sama tercengangnya seperti Ibrahim, sampai-sampai ia menepuk-nepuk pipinya tak percaya akan berita yang baru saja didengarnya.
“Lalu aku ini juga seorang yang mandul” ia pun mengungkapkan rasa tak percayanya akan berita tersebut.
“Demikianlah jika Allah telah berkehendak, dan kami menyampaikan berita kepadamu dengan benar. Dan janganlah kamu berputus asa” Jawab malaikat meyakinkan. Karena ungkapan Ibrahim merasa dirinya sudah tua dan tidak bisa mempunyai anak merupakan kalimat keputus asaan. Padahal Allah dengan Kuasa-Nya dengan mudah mewujudkan hal yang dianggap mustahil.
Mendengar perkataan malaikat, Ibrahim menyadari bahwasannya tidak ada yang mustahil bagi Allah dan keputusasaan hanyalah perilaku orang-orang kafir. Ibrahim kini merasa tenang dan bahagia, namun ia kini penasaran akan keperluan para malaikat kepada Luth.
“Apakah urusan penting kalian menemui Luth itu?” Tanya Ibrahim
“Kami diutus untuk mengazab kaumnya, telah banyak kedzaliman yang mereka perbuat”
“Tapi bukankah disana ada saudaraku Luth?” Ibrahim berhati lembut, ia cemas akan kondisi Luth dan kaumnya, terutama Luth adalah seorang yang beriman kepada Allah, ia khawatir Luth akan terkena adzab tersebut.
  “Sesungguhnya kami lebih mengetahui, kami akan menyelamatkan Luth beserta keluarganya kecuali istrinya, istrinya termasuk orang-orang yang berbuat dzalim” Jelas ketiga pemuda tersebut.
Bagaimanapun kelembutan hati Ibrahim, ketetapan Allah sudah mutlak, adzab yang menimpa kaum Luth akan dilaksanakan, hanya Luth dan keluarganya yang akan diselamatkan. Ibrahim menerimanya, tak lagi mempertanyakan adzab tersebut kepada malaikat, ia patuh, menerima segala kehendak tuhannya. Kemudian para malaikat berpamitan, hendak melaksanakan tugas utama mereka, mendatangi kaum Luth dan mengazab mereka.
Angin malam berhembus, dinginnya menusuk kulit siapapun yang berada diluar saat itu. Para malaikat masih dengan wujud pemuda yang tampan menuju rumah Luth. Sesampainya disana, tuan rumah, Luth keluar menemui para malaikat, seketika ia terdiam, wajahnya terlihat cemas. Ia sangat mengetahui kaumnya yang ‘menyimpang’, ketampanan para malaikat akan mengundang para kaumnya untuk berbuat bejat pada mereka. Ia mendesah. “Sepertinya ini akan menjadi hari yang sulit” gumamnya dalam hati.
Disisi lain istrinya yang semestinya menenangkan dan patuh pada sang suami malah berbuat sebaliknya, ia memberi tahu warga bahwa suaminya kedatangan para tamu yang tampan. Sontak ‘kegilaan’ mereka kambuh. Mereka penasaran dengan tamu rupawan yang diceritakan istri Luth tadi. Gejolak ‘penyakit’ syahwatnya tak tertahan, angan-angan mereka untuk berbuat keji sudah tak bisa ditahan. Berduyun-duyun mereka mendatangi rumah Luth.
Suara jejak kaki yang ramai terdengar dari dalam rumah. Luth sudah curiga. Ia keluar menemui kaumnya, Luth berdiri tegap, memasang benteng dengan badannya yang kekar.
“Ini tamuku, janganlah kau menghinakan diriku dan para tamuku, bertaqwalah kalian kepada Allah” Ucap Luth dengan tegas.
“Hai Luth, Jangan ikut campur, bukankah kami te lah melarang kamu agar kamu tidak usah ribut berbicara kepada kami, untuk menolong orang yang kami ingin melakukan perbuatan keji dengannya, dan telah melarang kamu agar iangan menerima siapa pun sebagai tamu dan memberikan perlindungan kepadanya?” Mereka bersikeras, tak mau menghiraukan perkataan Luth tentang tamunya.
“Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Suara Luth terdengar tegas, memperingati kaumnya yang sudah terlalu sering berbuat keji dan terbuai dengannya.
“Hai Luth, Datangkanlah kepada kami adzab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar." Kaumnya membalas perkataan Luth dengan menantangnya. Mereka benar-benar telah melampaui batas
"Wahai kaumku, inilah perempuan-perempuan dan kalian dapat mengawini mereka. Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia berbuat homoseks, dan kamu tinggalkan perempuan yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? Kamu memang orang-orang yang melampaui batas." Luth tak habis pikir dengan jalan pikiran kaumnya yang berbuat homoseks, ia berusaha agar mereka tersadar berpikir bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan berpasangan dan fitrah mereka adalah menyukai lawan jenisnya.
Akal sehat mereka memang sudah mati, bukannya tergugah untuk berpikir rasional mereka justru menganggap hal tersebut merupakan sesuatu yang mesti ditoleransi dan diterima oleh Luth, mereka membalas perkataan Luth .
"Sesungguhnya kamu sejak dahulu telah mengetahui bahwa kami tidak mempunyai keinginan dan syahwat terhadap perempuan, maka tak ada manfaatnya apa yang kamu katakan, kami tidak punya keinginan kecuali kepada laki-laki, dan kamu mengetahui hal itu pada kami, maka apa gunanya mengulang-ulang perkataan itu kepada kami?"
Mereka, Kaum Sodom benar-benar telah mendustakan Luth, mereka benar-benar terombang ambing dalam kesesatan, kebenaran tak lagi jelas di mata mereka. Luth sangat geram dengan perkataan dan perbuatan kaumnya, tapi ia tak bisa apa-apa selain terus memperingati mereka dan menuntun mereka ke jalan yang benar. Dengan perasaan geram dan tak berdaya Luth kemudian mengatakan,
"Jika aku punya kekuatan bersamaku, atau punya keluarga yang dapat membantu dan menolongku terhadap kalian, dan mencegah kejahatan dariku, pasti aku akan memerangi kalian, dan aku pisahkan antara kalian dan apa yang kalian inginkan."
Luth kemudian masuk kembali ke rumah. Melihat kekhawatiran Luth, para malaikat menenangkannya,
“Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih hati. Sesungguhnya kami akan menyelamatkanmu dan keluargamu, kecuali istrimu; dia termasuk orang-orang yang tertinggal.”
Ketika itu Allah membutakan mata kaum sodom sehingga tak bisa melihat Luth dan para tamunya.
"Sesungguhnya kami adalah utusan Tuhanmu yang telah mengutus kami untuk menyelamatkan kamu dari mereka dan untuk membinasakan mereka. Mereka tidak akan dapat menyakiti kamu dan tidak pula kepada para tamu kamu." Lanjut para malaikat
Lalu para malaikat memberitahu Luth untuk pergi meninggalkan kotanya, sebab adzab Allah akan didatangkan pada kaumnya. Mereka menyuruh Luth untuk pergi bersama keluarganya kecuali istrinya yang melampaui batas. Para malaikat mengingatkan agar Luth berjalan dibelakang mereka untuk lebih melindungi dan mengawasi mereka, para malaikat juga berpesan untuk tidak menoleh kebelakang ketika terdengar adzab Allah ditimpakan kepada kaum yang melampaui batas itu.
Ketika waktu subuh tiba, sedang Luth dan keluarganya jalan lurus meninggalkan kotanya, Adzab Allah menimpa kaum Sodom. Tiba-tiba angin berhembus kencang, kekuatannya hingga meruntuhkan bangunan-bangunan negeri itu. Jeritan kesakitan terdengar seantero negeri, tak sampai sana Allah menghujani mereka bertubi tubi dengan bebatuan dari sijjil, yakni tanah keras yang dimasak oleh api. Adzab bagi kaum yang melampaui batas tak berhenti disitu, pekikan yang sangat dahsyat memecahkan gendang telinga, negeri Sodom diputarbalikkan.
Inilah tanda dari Allah bagi orang-orang yang melampaui batas. Sedangkan rahmat Allah sangat luas bagi orang orang mukmin, mereka Allah selamatkan dari adzab yang pedih. Kisah ini menjadi peninggalan tanda dari Allah bagi kita agar senantiasa berpikir dan teguh dalam keimanan sehingga mendapatkan rahmat dari-Nya.

Komentar

Postingan Populer