JAUH TAPI DEKAT🍉
Waktu cepat berlalu, tapi kisah pilu ini masih saja berlaku. Kiranya dulu SD, pertama kali kudengar bahwa ada saudara-saudaraku yang jauh disana sedang berjuang membela negara dan agamanya. Jauh disana mereka mempertahkan tanahnya yang dijajah dan kiblat pertama umat islam yang diusik. Target para zionis bukan hanya para tentara, tetapi lansia, wanita, anak-anak bahkan bayi menjadi korban kebiadaban musuh Allah. Para ahli medis dan jurnalis pun tak luput menjadi korban. Blokade bahan pangan, alat medis, air bersih dan listrik sudah menjadi rutinitas para zionis untuk menyiksa mereka.
Hatiku terenyuh ketika melihat foto seorang anak laki-laki membawa batu sebagai senjata, berdiri gagah berani dihadapan zionis dengan tank-tank besarnya. Keimanan mereka bukan hanya tumbuh, tetapi mengakar kuat di sanubari. Rasa takut mereka bukan lagi pada makhluk ataupun dunia, mereka hanya takut pada Allah dan mereka percaya Allah akan bersama dan menolong mereka. Kecanggihan senjata milik para musuh tak membuat mereka gentar, karena mereka yakin memiliki Allah yang Maha dari segalanya.
Perjalananku menuju sekolah masih dipenuhi oleh kegigihan para pejuang disana. Mereka jauh tapi rasa sedih dan sakitnya terasa dekat sekali. Ditambah berita banyaknya produk-produk yang memberikan modal para zionis untuk membunuh saudara-saudaraku di tanah para Nabi. Ah, menyebalkan sekali. Kenapa aku baru tahu? Secara tidak langsung aku berada dibarisan para zionis itu. Mulai saat ini ku tetapkan langkan berada di barisan pejuang, aku takkan membeli produk-produk mereka sama sekali. Itulah bentuk nyata kebencianku pada zionis yang tak punya hati.
Palestina harus di perjuangkan. Geram hatiku mendengar mereka yang berkoar-koar agar warga Palestina berhijrah saja daripada terus menjadi korban. Tak inggat kah kau? Bukankah dulu Bung Tomo meneriakkan lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka? Bukankah dulu Imam Bonjol berjuang mempertahankan tanah Sumatera? Bukankah dulu Kapten Pattimura memilih berperang melawan penjajah? Bukankah dulu Mohammad Hatta menjadi komandan pejuang Bandung lautan api? Jika saja mereka semua tidak rela berjuang, berkeringat, bercucuran darah bahkan resiko terbesar yaitu mati, akankah kita ada sekarang? Akankah Indonesia ini ada? Maka berpindah tempat bukanlah solusi dari semua ini. Maka Peperangan ini bukan sekedar peperangan, ini tentang perjuangan mempertahankan tanah sediri dari penjajah. Waktunya berjihad bukan berhijrah, demi perjuangan membela tanah air walau nyawa yang menjadi taruhannya. Dengan izin Allah semua badai kesedihan ini akan menjadi kemenangan.
Kebahagiaan rakyat Palestina berarti kebahagiaan rakyat Indonesia pula. Kemenangan tanah Palestina merupakan kemenangan umat muslim pula. Tanah Palestina yang merupakan salah satu dari tanah suci. Disana lahir para nabi, tempat mi’raj nya Rasulullah Saw ke langit ketujuh. Tempat masjid Al-aqsha, kiblat pertama umat Islam. Maka perjuangan saudara-saudara kita disana bukan hanya tentang negara tapi lebih mulia dari itu, yakni perjuangan agama. Puluhan tahun genosida ini terjadi, tapi rasanya dunia merasa tidak terjadi apa-apa, Tak terdengarkah rintihan rasa sakit para warga sipil? tangis kelaparan bayi-bayi Palestina? Dentuman bom dan sirine ambulan dimana-mana? Tidakkah mata dunia terbuka? Ditengah terbuka lebarnya akses informasi ke seluruh dunia, mengapa jadi mata hati yang malah tertutup?.
Doa, tulisan, seruan, pemboikotan produk zionis merupakan bentuk dukungan kita bagi mereka yang jauh disana. Saudara kita, rakyat Palestina.
Komentar
Posting Komentar